Selasa, 21 April 2015

Peradaban Islam Masa Turki Usmani

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah adalah segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, berupa inspirasi dan pembelajaran. Salah satunya sejarah tentang peradaban islam.
Dengan mempelajari sejarah peradaban islam, kita dapat mengetahui segala peristiwa dan kejadian yang berhubungan dengan agama islam, mulai dari zaman Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, kerajaan-kerajaan  islam, berkembangnya  islam di Eropa sampai berkembangnya islam di Asia, khususnya di Indonesia.
Kerajaaan-kerajaan besar islam yang berdiri sepeninggal Rasulullah dan sahabatnya ada 3, yaitu kerajaan Safawi, Mughol dan Turki Usmani. Kerajaan Turki Usmani berdiri kurang lebih selama 7 abad. Turki Usmani membawa kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam penyeberan agama islam bahkan sampai ke negara-negara Eropa. Pada masa Turki Usmani banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mengkaji lebih dalam mengenai kerajaan Turki Usmani.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah kerajaan Turki Usmani?
2.      Siapa saja raja-raja yang berkuasa pada masa Turki Usmani?
3.      Apa saja kemajuan-kemajuan yang terjadi pada masa Turki Usmani?
4.      Bagaimana proses dan faktor kemunduran Turki Usmani?






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Munculnya Turki Usmani
Bangsa Turki tercatat dalam sejarah atas keberhasilannya mendirikan dua Dinasti, yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Turki Usmani. Kehancuran Dinasti Turki Saljuk oleh serangan bangsa Mongol merupakan awal dari terbentuknya Dinasti Turki Usmani. [1]
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, dipimpin oleh Sulaiman. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan, kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan bangsa Mongol pada abad ke 13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Disana, dibawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai Ibu Kota.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I. [2]
Setelah Usman mengakui dirinya sebagai Raja Besar Keluarga Usman pada tahun 699 H/1300 M, secara bertahap ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar daerah perbatasan Bizantium dan Brussa (Broessa) dijadikan salah satu daerah yang menjadi objek taklukan. Pada tahun 1317 M wilayah tersebut dapat dikuasainya dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1326 M. [3]
B.     Raja-Raja Turki Usmani
Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M), sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 40 Sultan. Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:
1.      Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
2.      Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
3.      Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
4.      Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
5.      Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II. [4]
Raja-raja Turki Usmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual. Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun, tetapi tidak harus putra pertama yang menjadi pengganti sultan terdahulu. Ada kalanya putra kedua atau putra ketiga dan menggantikan sultan. Dalam perkembangan selanjutnya pergantian kekuasaan itu juga diserahkan kepada saudara sultan bukan kepada anaknya. Dengan sistem pergantian kekuasaan yang demikian itu sering timbul perebutan kekuasaan yang tidak jarang menjadi ajang pertempuran antara satu pangeran dengan pangeran yang lalinnya, yang mengakibatkan lemahnya kekuasaa Usmaniyyah. [5]
Dari 39 raja Turki Usmani ada beberapa raja yang berpengaruh, diantaranya:
1.      Sultan Usman bin Ertoghrul (699-726 H/ 1294-1326 M)
Pada tahun 699 H. Usman melakukan perlusan kekuasaannya sampai ke Romawi Bizantium setelah ia mengalahkan Alauddin Saljuk. Usman diberi gelar sebagai Padisyah Al-Usman (Raja besar keluarga usman), gelar inilah yang dijuliki sebagi Daulah Usmaniyyah. Usman berusaha memperkuat tentara dan memajukan negrinya. kepada raja-raja kecil dibuat suatu peraturan untuk memilih salah satu dari tiga hal, yaitu:
a)      Masuk Islam
b)       Membayar Jizyah; atau
c)      Berperang


2.      Sultan Urkhan bin Utsman (726-761 H/ 1326-1359 M)
Sultan Urkhan adalah putera Utsman I. sebelum urkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, dia berhsil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam.
3.      Sultan Murad I bin Urkhan (761-791 H/ 1359-1389 M)
Pengganti sultan Urkhan adalah Sultan Murad I. selain memantapkan keamanan di dalam negrinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan bebrapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.
Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka peperangan antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Murad I merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki. [6]
4.      Sultan Bayazid I bin Murad ( 791-805 H/ 1389-1403 M)
Bayazid adalah putra Murad I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan dan Mutasya di Asia Kecil dan negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Bayazid sangat besar pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan perangan ini yang merupakan penyebab terjadinya Perang Salib.
Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Bayazid. Namun pada peperangan berikutnya ketika melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid dapat ditaklukkan, sehingga mengalami kekalahan dan ketika itu Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.
5.      Sultan Muhammad I bin Bayazid (816-824 H/ 1403-1421 M)
Kekalahan Bayazid membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki Usmani. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I putra Bayazid dapat mengatasinya. Sultan Muhammad I berusaha keras menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan semula.
Berkat usahanya yang tidak mengenal lelah, Sultan Muhammad I dapat mengangkat citra Turki Usmani sehingga dapat bangkit kembali, yaitu dengan menyusun pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki kehidupan mayarakat. Akan tetapi saat rakyat sedang mengharapkan kepemimpinannya yang penuh kebijaksanaan itu, pada tahun 824 H (1412 M) Sultan Muhammad I meninggal. [7]
6.      Sultan Murad II bin Muhammad ( 824-855 H/ 1421-1451 M)
Sepeninggalannya Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sulatan Murad II. Cita-citanya adalah melanjutkan usaha Muhammad I. yaitu untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari kerajaan Turki Usmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.
Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Murad II dapat dilanjutkan kenbali yang pada akhirnya Murad II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad Al-Fatih.
7.      Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886 H/ 1451-1481 M)
Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Ia diberi gelar Al-fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel. Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya. 
Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam yang dipimpin Muhammad. Tiga alasan Muhammad menaklukkan Konstantinopel, yaitu:
a)      Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
b)      Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi.
c)      Negerinya sangat indah dan letaknya strategis untuk dijadikan pusat kerajaan.[8]
Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum). Benteng yang didirikan umat Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Setelah segala sesuatunya dianggap cukup, dilakukan pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaisar Bizantium tewas bersama tentara Romawi Timur. Setelah memasuki Konstantinopel terdapat sebuah gereja Aya Sofia yang kemudian dijadikan Masjid bagi umat Islam.[9]

Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, kota itu dijadikan sebagai ibukota dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan Italia. Setelah pemerintahan Sultan Muhammad, berturut-turut kerajaan Islam dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:
1.      Sultan Bayazid II (1481-1512 M)
2.      Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
3.      Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
4.      Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)
5.      Sultan Murad III ( 1573-1596 M)
Setelah pemerintahan Sultan Murad III, dilanjutkan oleh 20 orang Sultan Turki Usmani sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan sultan-sultan tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan sultan-sultan sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang., sehingga melupakan kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti turki Usmani dapat diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Sehingga kekuasaan Turki Usmani semakin lemah dan berkurang karena beberapa negri kekuasaannya memisahkan diri,diantaranya adalah:
1.      Rumania melepaskan diri dari Turki Usmani pada bulan Maret 1877 M.
2.      Inggris diizinkan menduduki Siprus bulan April 1878 M.
3.      Bezarabia, Karus, Ardhan, dan Bathum dikuasai Rusia.
4.      Katur kemudian menjadi daerah kekuasaan Persia.[10]
No
Nama Khilafah
Tahun Pengangkatan  (Masehi)
1
Usman I
1281
2
Urkhan
1324
3
Murad I
1306
4
Bayazid I
1389
Peralihan Kekuasaan
1402
5
Muhammad I
1413
6
Murad II
1421
7
Muhammad II
1444
8
Murad II (menjabat yang kedua kalinya)
1446
9
Muhammad II (menjabat kedua kalinya)
1451
10
Bayazid II
1481
11
Salim I
1512
12
Sulaiman I
1520
13
Salim II
1566
14
Murad III
1574
15
Muhammad III
1594
16
Ahmad I
1603
17
Musthofa I
1617
18
Usman II
1618
19
Musthofa I (menjabat kedua kalinya)
1622
20
Murad IV
1623
21
Ibrahim
1640
22
Muhammad IV
1648
23
Sulaiman II
1678
24
Ahmad II
1691
25
Musthofa II
1695
26
Ahmad III
1703
27
Mahmud I
1730
28
Utsman III
1754
29
Musthofa III
1757
30
Abdul Hamid I
1774
31
Salim III
1789
32
Musthofa IV
1807
33
Mahmud II
1808
34
Abdul Majid I
1839
35
Abdul Aziz
1861
36
Murad V
1876
37
Muhammad Rasyid V
1909
38
Muhammad Wahid al-Din
1918
39
Abdul Majid II (hanya bergelar sebagai khalifah)
1914

C.    Kemajuan pada Masa Turki Usmani
Kerajaan Turki usmani merupakan salah satu kerajaan Islam yang bertahan lama yang mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai hal. Selain pembangunan dalam bentuk fisik, perkembangan pesat juga terjadi dalam hal pemikiran.
1.      Bidang kemiliteran dan pemerintahan
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjat dengan Eropa. Ketika itu pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur Usmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan megadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer. [11]
Perbaharuan dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutassi personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negara-negara non-muslim
Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Al-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitan undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namannya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.[12]


2.      Bidang ilmu pengetahuan dan budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemilitera banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf mereka terima dari bangsa Arab. Orang-orang Turki Usmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing untuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin karena mereka masih miskin dengan kebudayaan.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah, didalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam psengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub Al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Aya Sopia.
Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak di bangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, vila, dan pemandian umum. [13]
3.      Bidang keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politk. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bias tidak berjalan.
Pada masa Turki Usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer.
Kajian mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu agama dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya menulis buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap karya-karya klasik. Dan bagaimanapun kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa.[14]
4.      Bidang perekonomian
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya:
a)      Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun. 
b)      Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia.[15]
D.    Kemunduran Turki Usmani
Setelah Sultan Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat.
Para pengganti Sultan yang lemah mengakibatkan situasi kerajaan mulai kacau. Hal itu mengakibatkan bangsa-bangsa Eropa melakukan pemberontakan dan perlawanan terhadap kerajaan Turki Usmani. Satu-persatu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan mulai memerdekakan diri.  Bukan hanya di Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan, tetapi pemberontakan juiga terjadi di beberapa daerah di Timur Tengah, seperti di Mesir, Libanon, Syria, Persia dan Arabia.
Jadi, pemberontakan bukan hanya di daerah non muslim, tetapi juga di daerah-daerah yang berpenduduk muslim. Gerakan-gerakan pemberontakan terus berlanjut dan bahkan menjadi lebih keras. Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani. Pada akhirnya, Kerajaan Usmani berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah:
1.      Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administari pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa, hal ini tentu menyedot banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun Negara.
2.      Heterogenitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang teratur. Tanpa didukung oleh administrasi yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan agama acap kali melatarbelakangi terjadinya pemberontakan dalam peperangan.[16]

3.      Kelemahan para penguasa
Sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Usmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi semakin perah.
4.      Budaya Pungli
Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.
5.      Pemberontakan tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6.      Merosotnya ekonomi
Akibat perang yang tak pernah berhenti, perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja negara sangat besar termasuk untuk biaya perang.
7.      Terjadinya Stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih maju. Hal itu juga sejalan dengan menurunnya semangat berpikiran bebas akibat tidak berkembangnya pemikiran filsafat sejak masa Al-Ghazali.[17]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh Usman I Putra Ertoghrul bangsa Turki dari kabilah Oghus. Mereka memperoleh hadiah sebidang tanah dari Sultan Alauddin Sultan Seljuk. Mereka mulai membina wilayahnya. saat kerajaan Seljuk mulai terpecah belah mereka memedekakan diri dan terus memperluas wilayah kekuasaannya.
2.      Selama masa kesultanan Turki Usmani, berkuasa tidak kurang dari 40 Sultan. Akan tetapi dari 39 Sultan tersebut ada beberapa Sultan yang paling berpengaruh, yaitu Sultan Usman bin Ertogrhul, Urkhan bin Utsman, Murad I bin Urkhan, Bayazid I bin Murad, Muhammad I bin Bayazid, Murad II bin Muhammad, Muhammad Al-Fatih.
3.      Kerajaan Turki Usmani mengalami kemajuan-kemajuan di beberapa bidang, diantaranya bidang kemiliteran dan pemerintahan, bidang pengetahuan dan budaya, bidang keagamaan dan bidang perekonmian.
4.      Kerajaan Turki Usmani mulai mengalami kemunduran sejak meninggalnya Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran tersebut diantaranya wilayah kekuasaan yang luas, heterogenitas penduduk, kelemahan para panguasa, budaya pungli, pemberontakan tentara Jenissari, merosotnya ekonomi dan terjsdinya stagnasi dalam bidang ilmu dan teknologi










DAFTAR RUJUKAN

Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam.  Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Afiqoh, Naufal. 2012. Makalah Sejarah Peradaban Islam di Turki. http://staintarbiyah.blogspot.com/2012/11/makalah-sejarah-peradaban-islam-di-turki.html. (diakses tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.54)
Chabbie91, Lady. 2012. Sejarah Peradaban Islam Masa Turki Usmani (1294-1924). http://ladydeeana91.blogspot.com/2012/04/sejarah-peradaban-islam-masa-turki.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.52)
Estiga, Kicky. 2013. Sejarah Peradaban Islam pada Masa Turki Usmani. http://kickyestiga.blogspot.com/2013/06/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-turki.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.45)
Jafar, Sarima. 2013. Kerajaaan Turki Usmani. http://sejarahperadabanislam13.blogspot.com/2013/09/kerajaan-turki-usmani.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.43)
Muslih, Irsyad.2013.  Makalah Sejarah Peradaban Islam Masa Turki Usmani. http://jungpasir27.blogspot.com/2013/10/makalah-sejarah-peradaban-islam-masa.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.40)


1 komentar: