BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sejarah adalah segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi yang
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, berupa inspirasi dan
pembelajaran. Salah satunya sejarah tentang peradaban islam.
Dengan mempelajari sejarah peradaban islam, kita dapat mengetahui segala
peristiwa dan kejadian yang berhubungan dengan agama islam, mulai dari zaman
Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, kerajaan-kerajaan islam, berkembangnya islam di Eropa sampai berkembangnya islam di
Asia, khususnya di Indonesia.
Kerajaaan-kerajaan besar islam yang berdiri sepeninggal Rasulullah dan
sahabatnya ada 3, yaitu kerajaan Safawi, Mughol dan Turki Usmani. Kerajaan
Turki Usmani berdiri kurang lebih selama 7 abad. Turki Usmani membawa
kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang, termasuk dalam penyeberan agama islam
bahkan sampai ke negara-negara Eropa. Pada masa Turki Usmani banyak terjadi
peristiwa-peristiwa penting.
Oleh karena itu, dalam
makalah ini kami mengkaji lebih dalam mengenai kerajaan Turki Usmani.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah kerajaan Turki Usmani?
2.
Siapa saja raja-raja yang berkuasa pada masa Turki Usmani?
3.
Apa saja kemajuan-kemajuan yang terjadi pada masa Turki Usmani?
4.
Bagaimana proses dan faktor kemunduran Turki Usmani?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Munculnya Turki Usmani
Bangsa Turki tercatat dalam sejarah atas
keberhasilannya mendirikan dua Dinasti, yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Turki
Usmani. Kehancuran Dinasti Turki Saljuk oleh serangan bangsa Mongol merupakan
awal dari terbentuknya Dinasti Turki Usmani. [1]
Pendiri
kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol
dan daerah utara negeri Cina, dipimpin oleh Sulaiman. Dalam jangka waktu
kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan, kemudian Persia dan Irak.
Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka
menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan bangsa Mongol pada
abad ke 13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat
pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk,
di dataran tinggi Asia Kecil. Disana, dibawah pimpinan Ertoghrul, mereka
mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang
berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat
kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia
Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah
barunya dan memilih kota Syukud sebagai Ibu Kota.
Ertoghrul
meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman.
Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M
dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II
dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan
dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk
dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk ini kemudian terpecah-pecah dalam
beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh
atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usman dinyatakan berdiri.
Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I. [2]
Setelah Usman mengakui
dirinya sebagai Raja Besar Keluarga Usman pada tahun 699 H/1300 M, secara
bertahap ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di sekitar daerah
perbatasan Bizantium dan Brussa (Broessa) dijadikan salah satu daerah yang
menjadi objek taklukan. Pada tahun 1317 M wilayah tersebut dapat dikuasainya
dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1326 M. [3]
B.
Raja-Raja
Turki Usmani
Selama masa kesultanan
Turki Usmani (1299-1942 M), sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 40
Sultan. Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah
kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:
1. Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan,
ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari
pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
2. Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya
pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai
Sulaiman I.
3. Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani
untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran
segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
4. Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai degan berangsur-angsur
surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa
wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
5. Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural
dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa
pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II. [4]
Raja-raja Turki Usmani bergelar Sultan dan Khalifah
sekaligus. Sultan menguasai kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang
agama atau spiritual. Mereka mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun, tetapi
tidak harus putra pertama yang menjadi pengganti sultan terdahulu. Ada kalanya
putra kedua atau putra ketiga dan menggantikan sultan. Dalam perkembangan
selanjutnya pergantian kekuasaan itu juga diserahkan kepada saudara sultan
bukan kepada anaknya. Dengan sistem pergantian kekuasaan yang demikian itu
sering timbul perebutan kekuasaan yang tidak jarang menjadi ajang pertempuran
antara satu pangeran dengan pangeran yang lalinnya, yang mengakibatkan lemahnya
kekuasaa Usmaniyyah. [5]
Dari 39 raja Turki Usmani ada beberapa raja yang
berpengaruh, diantaranya:
1.
Sultan Usman bin Ertoghrul
(699-726 H/ 1294-1326 M)
Pada tahun 699 H. Usman melakukan perlusan
kekuasaannya sampai ke Romawi Bizantium setelah ia mengalahkan Alauddin Saljuk.
Usman diberi gelar sebagai Padisyah Al-Usman (Raja besar keluarga usman), gelar
inilah yang dijuliki sebagi Daulah Usmaniyyah. Usman berusaha memperkuat
tentara dan memajukan negrinya. kepada raja-raja kecil dibuat suatu peraturan
untuk memilih salah satu dari tiga hal, yaitu:
a) Masuk Islam
b) Membayar Jizyah; atau
c) Berperang
2.
Sultan Urkhan bin Utsman
(726-761 H/ 1326-1359 M)
Sultan Urkhan adalah putera Utsman I. sebelum urkhan
ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah
menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, dia
berhsil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru
yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah. Pasukan ini
dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman inilah pertama
kali dipergunakan senjata meriam.
3.
Sultan Murad I bin Urkhan
(761-791 H/ 1359-1389 M)
Pengganti sultan Urkhan adalah Sultan Murad I. selain
memantapkan keamanan di dalam negrinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan
menaklukkan bebrapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang
kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan
berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan
Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.
Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad
I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan
meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa.
Maka peperangan antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362
M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke
tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Murad I merayap terus menguasai Eropa
Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki. [6]
4.
Sultan Bayazid I bin
Murad ( 791-805 H/ 1389-1403 M)
Bayazid adalah putra Murad I. Ia meneruskan perjuangan
ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan dan Mutasya di
Asia Kecil dan negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Bayazid sangat besar
pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan
penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan perangan ini yang merupakan penyebab
terjadinya Perang Salib.
Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa,
namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Bayazid. Namun pada peperangan berikutnya
ketika melawan Timur Lenk di Ankara, Bayazid dapat ditaklukkan, sehingga
mengalami kekalahan dan ketika itu Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan
wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M.
5.
Sultan Muhammad I bin
Bayazid (816-824 H/ 1403-1421 M)
Kekalahan Bayazid membawa akibat buruk terhadap
penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Usmani,
sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan
diri dari Turki Usmani. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad
I putra Bayazid dapat mengatasinya. Sultan Muhammad I berusaha keras menyatukan
kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan semula.
Berkat usahanya yang tidak mengenal lelah, Sultan
Muhammad I dapat mengangkat citra Turki Usmani sehingga dapat bangkit kembali,
yaitu dengan menyusun pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki
kehidupan mayarakat. Akan tetapi saat rakyat sedang mengharapkan
kepemimpinannya yang penuh kebijaksanaan itu, pada tahun 824 H (1412 M) Sultan
Muhammad I meninggal. [7]
6.
Sultan Murad II bin
Muhammad ( 824-855 H/ 1421-1451 M)
Sepeninggalannya Sultan Muhammad I, pemerintahan
diambil alih oleh Sulatan Murad II. Cita-citanya adalah melanjutkan usaha
Muhammad I. yaitu untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari
kerajaan Turki Usmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia
Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.
Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat
dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib.
Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi
dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Murad II dapat dilanjutkan
kenbali yang pada akhirnya Murad II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal
kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan
Muhammad Al-Fatih.
7.
Sultan Muhammad Al-Fatih
(855-886 H/ 1451-1481 M)
Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan
kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad
Al-Fatih. Ia diberi gelar Al-fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel.
Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai
dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel
adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam
sebelumnya.
Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi
perubahan dan perkembangan Islam yang dipimpin Muhammad. Tiga alasan Muhammad
menaklukkan Konstantinopel, yaitu:
a) Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits
Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
b) Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi.
Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota
Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang
berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal
dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum). Benteng yang didirikan umat
Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan
perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Setelah segala sesuatunya dianggap
cukup, dilakukan pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota Konstantinopel jatuh
ke tangan umat Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaisar Bizantium tewas bersama
tentara Romawi Timur. Setelah memasuki Konstantinopel terdapat sebuah gereja
Aya Sofia yang kemudian dijadikan Masjid bagi umat Islam.[9]
Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, kota
itu dijadikan sebagai ibukota dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya
kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh
penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan
Italia. Setelah pemerintahan Sultan Muhammad, berturut-turut kerajaan Islam
dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:
1. Sultan Bayazid II (1481-1512 M)
2. Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
3. Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
4. Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)
5. Sultan Murad III ( 1573-1596 M)
Setelah pemerintahan Sultan Murad III, dilanjutkan
oleh 20 orang Sultan Turki Usmani sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan
tetapi kekuasaan sultan-sultan tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan
sultan-sultan sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang.,
sehingga melupakan kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti turki
Usmani dapat diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia.
Sehingga kekuasaan Turki Usmani semakin lemah dan berkurang karena beberapa
negri kekuasaannya memisahkan diri,diantaranya adalah:
1. Rumania melepaskan diri dari Turki Usmani pada bulan Maret 1877 M.
2. Inggris diizinkan menduduki Siprus bulan April 1878 M.
3. Bezarabia, Karus, Ardhan, dan Bathum dikuasai Rusia.
No
|
Nama Khilafah
|
Tahun Pengangkatan (Masehi)
|
1
|
Usman I
|
1281
|
2
|
Urkhan
|
1324
|
3
|
Murad I
|
1306
|
4
|
Bayazid I
|
1389
|
Peralihan Kekuasaan
|
1402
|
|
5
|
Muhammad I
|
1413
|
6
|
Murad II
|
1421
|
7
|
Muhammad II
|
1444
|
8
|
Murad II (menjabat
yang kedua kalinya)
|
1446
|
9
|
Muhammad II (menjabat
kedua kalinya)
|
1451
|
10
|
Bayazid II
|
1481
|
11
|
Salim I
|
1512
|
12
|
Sulaiman I
|
1520
|
13
|
Salim II
|
1566
|
14
|
Murad III
|
1574
|
15
|
Muhammad III
|
1594
|
16
|
Ahmad I
|
1603
|
17
|
Musthofa I
|
1617
|
18
|
Usman II
|
1618
|
19
|
Musthofa I (menjabat
kedua kalinya)
|
1622
|
20
|
Murad IV
|
1623
|
21
|
Ibrahim
|
1640
|
22
|
Muhammad IV
|
1648
|
23
|
Sulaiman II
|
1678
|
24
|
Ahmad II
|
1691
|
25
|
Musthofa II
|
1695
|
26
|
Ahmad III
|
1703
|
27
|
Mahmud I
|
1730
|
28
|
Utsman III
|
1754
|
29
|
Musthofa III
|
1757
|
30
|
Abdul Hamid I
|
1774
|
31
|
Salim III
|
1789
|
32
|
Musthofa IV
|
1807
|
33
|
Mahmud II
|
1808
|
34
|
Abdul Majid I
|
1839
|
35
|
Abdul Aziz
|
1861
|
36
|
Murad V
|
1876
|
37
|
Muhammad Rasyid V
|
1909
|
38
|
Muhammad Wahid al-Din
|
1918
|
39
|
Abdul Majid II (hanya
bergelar sebagai khalifah)
|
1914
|
C.
Kemajuan
pada Masa Turki Usmani
Kerajaan Turki usmani
merupakan salah satu kerajaan Islam yang bertahan lama yang mampu
mengembangkan peradaban dalam berbagai hal. Selain pembangunan dalam bentuk fisik,
perkembangan pesat juga terjadi dalam hal pemikiran.
1.
Bidang kemiliteran dan pemerintahan
Untuk pertama kali, kekuatan militer
kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak
senjat dengan Eropa. Ketika itu pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi.
Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur Usmani berlangsung tanpa
halangan berarti. Namun tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter
yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka
merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi
keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan megadakan
perombakan besar-besaran dalam tubuh militer. [11]
Perbaharuan dalam tubuh orginisasi
militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutassi personil-personil
pemimpin, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non
Turki dimasukkan sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk
dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok
militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah
yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan
memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negara-negara non-muslim
Dalam mengelola pemerintahan yang
luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-A’zham (perdana mentri) yang
membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Al-Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan
negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitan undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi pegangan
hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19.
Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namannya
ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.[12]
2.
Bidang
ilmu pengetahuan dan budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan
perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium,
dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang
etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan
kemilitera banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang prinsip-prinsip
ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf mereka terima dari
bangsa Arab. Orang-orang Turki Usmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka
dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing untuk menerima kebudayaan luar. Hal
ini mungkin karena mereka masih miskin dengan kebudayaan.
Sebagai bangsa yang berdarah
militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran,
sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu
menonjol. Karena itulah, didalam khazanah intelektual Islam kita tidak
menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak
berkiprah dalam psengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan
masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Masjid Jami’ Sultan
Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub Al-Anshari.
Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu
masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya
gereja Aya Sopia.
Pada masa Sulaiman di kota-kota
besar dan kota-kota lainnya banyak di bangun masjid, sekolah, rumah sakit,
gedung, makam, jembatan, saluran air, vila, dan pemandian umum. [13]
3.
Bidang
keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki
mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politk. Masyarakat
digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat
dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti, sebagai
pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema
keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum
kerajaan bias tidak berjalan.
Pada masa Turki Usmani tarekat juga
mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan
tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan
militer.
Kajian mengenai ilmu keagamaan
Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh dikatakan tidak
mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk
menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Akibat
kelesuan di bidang ilmu agama dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak
berkembang. Ulama hanya menulis buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap
karya-karya klasik. Dan bagaimanapun kerajaan Turki Usmani banyak berjasa,
terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa.[14]
4.
Bidang
perekonomian
Tercatat
beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya:
a) Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan katun.
b) Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan
kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia.[15]
D.
Kemunduran
Turki Usmani
Setelah
Sultan Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai memasuki fase
kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran itu tidak langsung terlihat.
Para pengganti Sultan yang lemah mengakibatkan situasi
kerajaan mulai kacau. Hal itu mengakibatkan bangsa-bangsa Eropa melakukan
pemberontakan dan perlawanan terhadap kerajaan Turki Usmani. Satu-persatu
negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan mulai memerdekakan
diri. Bukan hanya di Eropa yang memang
sedang mengalami kemajuan, tetapi pemberontakan juiga terjadi di beberapa
daerah di Timur Tengah, seperti di Mesir, Libanon, Syria, Persia dan Arabia.
Jadi,
pemberontakan bukan hanya di daerah non muslim, tetapi juga di daerah-daerah
yang berpenduduk muslim. Gerakan-gerakan pemberontakan terus berlanjut dan
bahkan menjadi lebih keras. Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan
kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan
menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Usmani. Pada akhirnya, Kerajaan Usmani berakhir dengan berdirinya Republik
Turki pada tahun 1924.
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami
kemunduran, diantaranya adalah:
1.
Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu
negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara
administari pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para
penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka
terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa, hal ini tentu menyedot
banyak potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun Negara.
2.
Heterogenitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani
menguasai wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria,
Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; dan
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah
yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras,
etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragam dan tersebar
di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi pemerintahan yang
teratur. Tanpa didukung oleh administrasi yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan
menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan
agama acap kali melatarbelakangi terjadinya pemberontakan dalam peperangan.[16]
3.
Kelemahan para penguasa
Sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni,
kerajaan Usmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian
terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan
itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi
semakin perah.
4.
Budaya Pungli
Pungli merupakan perbuatan yang
sudah umum terjadi dalam kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak diraih
oleh seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak
memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini mengakibatkan
dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin rapuh.
5.
Pemberontakan tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi kerajaan Usmani
banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari. Dengan demikian, dapat
dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara
Jenissari terjadi sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525M, 1632 M, 1727 M,
dan 1826 M.
6.
Merosotnya ekonomi
Akibat perang yang tak pernah
berhenti, perekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang, sementara belanja
negara sangat besar termasuk untuk biaya perang.
7.
Terjadinya Stagnasi dalam lapangan
Ilmu dan Teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil
dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan
kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan
teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh
dari Eropa yang lebih maju. Hal itu juga sejalan dengan menurunnya semangat
berpikiran bebas akibat tidak berkembangnya pemikiran filsafat sejak masa
Al-Ghazali.[17]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh
Usman I Putra Ertoghrul bangsa Turki dari kabilah Oghus. Mereka memperoleh
hadiah sebidang tanah dari Sultan Alauddin Sultan Seljuk. Mereka mulai membina
wilayahnya. saat kerajaan Seljuk mulai terpecah belah mereka memedekakan diri
dan terus memperluas wilayah kekuasaannya.
2. Selama masa kesultanan Turki Usmani, berkuasa tidak kurang dari 40 Sultan.
Akan tetapi dari 39 Sultan tersebut ada beberapa Sultan yang paling
berpengaruh, yaitu Sultan Usman bin Ertogrhul, Urkhan bin
Utsman, Murad I bin Urkhan, Bayazid I bin Murad, Muhammad I bin Bayazid, Murad
II bin Muhammad, Muhammad Al-Fatih.
3. Kerajaan Turki Usmani mengalami kemajuan-kemajuan di beberapa bidang,
diantaranya bidang kemiliteran dan pemerintahan, bidang pengetahuan dan budaya,
bidang keagamaan dan bidang perekonmian.
4. Kerajaan Turki Usmani mulai mengalami kemunduran sejak meninggalnya Sultan
Sulaiman Al-Qanuni. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran tersebut
diantaranya wilayah kekuasaan yang luas, heterogenitas penduduk, kelemahan para
panguasa, budaya pungli, pemberontakan tentara Jenissari, merosotnya ekonomi
dan terjsdinya stagnasi dalam bidang ilmu dan teknologi
DAFTAR
RUJUKAN
Yatim, Badri. 2013. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
Afiqoh, Naufal. 2012. Makalah Sejarah Peradaban Islam di Turki. http://staintarbiyah.blogspot.com/2012/11/makalah-sejarah-peradaban-islam-di-turki.html. (diakses tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.54)
Chabbie91, Lady. 2012. Sejarah Peradaban Islam Masa Turki Usmani
(1294-1924). http://ladydeeana91.blogspot.com/2012/04/sejarah-peradaban-islam-masa-turki.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.52)
Estiga, Kicky. 2013. Sejarah Peradaban Islam pada Masa Turki Usmani. http://kickyestiga.blogspot.com/2013/06/sejarah-peradaban-islam-pada-masa-turki.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.45)
Jafar, Sarima. 2013. Kerajaaan Turki Usmani. http://sejarahperadabanislam13.blogspot.com/2013/09/kerajaan-turki-usmani.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.43)
Muslih, Irsyad.2013. Makalah
Sejarah Peradaban Islam Masa Turki Usmani. http://jungpasir27.blogspot.com/2013/10/makalah-sejarah-peradaban-islam-masa.html. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015 pukul 21.40)
Kereeen....makasih infonya...
BalasHapus