BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an menjelaskan,
bahwa manusia mempunyai naluriah dan ketertarikan terhadap lawan jenis. Untuk
memberikan jalan keluar terbaik mengenai hubungan manusia yang berlainan jenis
itu, Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui yaitu pernikahan.
Untuk mengetahui sejauh mana hukum
pernikahan dalam Islam, perlu mengetahui bagaimana sikap Islam mengenai monogami,
poligami. Karena saat ini masih banyak yang menganggap hukum Islam itu tidak
adil sehubungan dengan sikap Islam yang membolehkan kaum pria menikah dengan
wanita lebih dari satu dan jika ditinjau kembali poligami menimbulkan banyak
kemudaratan yang ditimbulkan, tidak sedikit pula yang menyebabkan perceraian.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
sedikit membahas masalah monogami dan poligami menurut Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian poligami dan monogami?
2.
Apa
tujuan dari poligami?
3.
Bagaimana
dampak positif dan negatif poligami dan monogami?
4.
Bagaimana
poligami dan monogami dalam perundang-undangan?
5.
Bagaimana
poligami dan monogami dalam hukum islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Poligami dan Monogami
Secara
etimologis (lughawi) kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu
gabungan dari dua kata: poli atau polus yang berarti banyak
dan gamein dan gamos yang berarti perkawinan.
Dengan demikian poligami berarti perkawinan yang banyak (Nasution, 1996: 84).
Secara
terminologis (ishthilahi) poligami adalah sistem perkawinan
yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu
yang bersamaan (KBBI, 2001: 885). Jika yang memiliki pasangan lebih dari satu
itu seorang suami maka perkawinannya disebut poligini, sedang jika yang
memiliki pasangan lebih dari satu itu seorang isteri maka perkawinannya disebut
poliandri. Namun dalam bahasa sehari-hari istilah poligami lebih populer untuk
menunjuk perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri. Lawan dari
poligami adalah monogami, yakni sistem perkawinan yang hanya membolehkan
seorang suami memiliki seorang isteri dalam satu waktu.
Dalam
Islam, poligami didefinisikan sebagai perkawinan seorang suami dengan isteri
lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat orang isteri dalam waktu yang
bersamaan dengan syarat dapat berlaku adil terhadap isteri-isterinya. Batasan
ini didasarkan pada QS. al-Nisa’ (4): 3 yang berbunyi: ”Dan jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapatberlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [1]
B.
Tujuan Poligami
Setiap pilihan, termasuk
poligami memiliki tujuan dan implikasi yang positif disamping membawa resiko yang negatif. Karena
pada fitrahnya seorang manusia memiliki potensi positif dan negatif. Islam
mensyariatkan poligami adalah untuk kemaslahatan manusia. Poligami bertujuan
untuk mewujudkan keluarga yang baik, bukan semata-mata untuk kesenangan suami. Berikut
ini adalah tujuan dari poligami:
1.
Untuk
mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan isterinya mandul;
2.
Untuk
menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat
menjalankan tugasnya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan;
3.
Untuk
menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak
lainnya. Data-data statistic menunjukkan bahwa di beberapa negara Barat yang
melarang poligami mengakibatkan merajalelanya prostitusi dan free sex
(kumpul kebo), yang berakibat pula anak-anak dari hubungan zina tersebut lahir
mencapai jumlah yang cukup tinggi.
4.
Untuk
menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di negara/masyarakat
yang jumlah kaum wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya.
C.
Dampak Positif dan Negatif Poligami dan Monogami
Al-Athar dalam bukunya Ta’addud al-Zawzat
menyebutkan empat dampak negatif poligami, di antaranya:
1.
Poligami dapat menimbulkan kecemburuan di antara
para istri
2.
Menimbulkan rasa kekhawatiran istri kalau-kalau
suami tidak bisa bersikap bijaksana dan adil.
3.
Anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang berlainan
sangat rawan untuk terjadinya perkelahian, permusuhan dan saling cemburu.
4.
Kekacauan dalam bidang ekonomi, bisa saja pada
awalnya suami memiliki kemampuan untuk poligami, namun tidak mustahil suatu
saat akan mengalami kebangkrutan.[2]
Dampak Positif berpoligami:
1.
Terhindar dari maksiat dan zina
2.
Meperbanyak keturunan
3.
Melindungi para janda, perawan tua dan kelebihan perempuan
4.
Kebutuhan sex suami terselesaikan saat istrinya melahirkan, haid,
sakit, uzur dll
5.
Istri terpacu untuk melakukan yang terbaik bagi suaminya karena ada
yang lain
6.
Melatih kesabaran dan menekan egoisme
Dampak Negatif
berpoligami:
1.
Dampak psikologis
Perasaan
menyalahkan diri isteri karena merasa tindakan suami berpoligami adalah akibat
dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suami.
2.
Dampak sosial
Masyarakat menganggap buruk pelakunya,
sehingga tidak jarang poligami menjadi buah bibir di tengah masyarakat.
3.
Dampak ekonomi
Diperlukan biaya besar untuk memadu. Untuk
membiayai istri-istri dan anak-anak.
4.
Dampak Hukum
Seringnya
terjadi nikah di bawah tangan (pernikahan yang tidak dicatatkan pada Kantor
Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga pernikahan dianggap tidak sah
oleh negara, walaupun pernikahan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan
akan dirugikan karena konsekuensinya suatu pernikahan dianggap tidak ada,
seperti hak waris dan sebagainya.
5.
Kekerasan Terhadap Perempuan
Baik
kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada
rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga
yang monogami.
6.
Dampak terhadap anak
Poligami
tidak hanya berdampak negatif pada istri, tetapi juga pada anak. Pada anak,
dasarnya semua anak beharap memiliki keluarga yang ideal, satu ayah satu ibu.
Hadirnya keluarga lain dalam kehidupannya dapat memacu rasa cemburu, marah,
sedih, dan kecewa. Perhatian ayah yang terbagi untuk keluarganya yang lain, menyebabkan
anak kurang kasih sayang. Sedangkan bagi anak perempuan, tidak menutup
kemungkinan poligami yang terjadi meninggalkan rasa trauma terhadap perkawinan
dengan pria.
Sedangkan dari sisi monogami tidak terlalu
banyak dampak yang di sebabkan. Karena hampir seluruh pasangan yang melakukan
Monogami, tapi jika di singgung dengan hal-hal diatas yang berkaitan monogami
bisa juga menyebabkan terjadinya perselingkuhan dan kekerasan dalam ruma
tangga.
D.
Poligami dan Monogami Menurut Perundang-Undangan
Berdasarkan UU No. 1/1974
tentang perkawinan, maka hukum perkawinan di
Indonesia menganut asas monogami, baik untuk pria maupun untuk wanita (vide pasal
3 (1) UU No. 1/1974). Hanya apabila dikendaki oleh yang bersangkutan, karena
hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat
beristri lebih dari satu orang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan
lebih dari seorang istri, meskipun diizinkan oleh pihak-pihak bersangkutan,
hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan
diputuskan oleh pengadilan.
Untuk kelancaran pelaksanaan UU No. 1/1974, telah
dikeluarkan PP No. 9/1975, yang mengatur ketentuaan-ketentuan pelaksanaan dari
UU tersebut. Dan dalam hal suami yang bermaksudf untuk beristri lebih dari
seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan
secara tertulis kepada pengadilan (vide pasal 4 UU No. 1/1974 dan
pasal 40 PP No. 9/1975). [3]
Sedangkan
masalah poligami dalam kompilasi hukum Islam disebutkan pada pasal 55 :
1.
Beristri lebih
dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang istri.
2.
Syarat utama
beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri dan
anak-anaknya.
3.
Apabila syarat
utama yang disebutkan pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang
beristri dari seorang.
Selanjutnya pada pasal 56 disebutkan :
1.
Suami yang
beristri lebih dari satu orang, harus mendapat izin dari pengadilan agama.
2.
Perkawinan yang
dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan
Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Kemudian pada pasal 57 disebutkan
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan berisitri
lebih dari seorang apabila :
1.
Istri tidak
dapat menjalankan kewajban sebagai istri.
2.
Istri mendapat
cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3.
Istri tidak
dapat menghasilkan keturunan.
Untuk memperoleh izin dari Pengadilan
Agama, disamping persyaratan yang disebutkan pada pasal 55 ayat (2), ditegaskan
lagi oleh pasal 58 ayat (1), yaitu :
1.
Adanya
persetujuan istri
E.
Poligami dan Monogami dalam Pandangan Islam
Selama ini poligami
menjadi masalah yang sangat kontraversial dalam Islam. Para ulama ortodoks
berpendapat bahwa poligami adalah bagian dari syarat islam dan karena itu pria
boleh memiliki istri hingga empat orang kalau mau. Bahkan tanpa perlu alasan
apapun. Di lain pihak, kaum modernis dan pejuang hak-hak asasi wanita
berhadapan bahwa poligami diperbolehkan hanya dalam kondisi tertentu dengan
persyaratan ketat berupa keadilan bagi semua istri.
Menurut kaum modernis, pria tidak bisa
begitu saja mengambil lebih dari satu istri hanya karena dia menyukai wanita
lain atau jatuh cinta dengan kecantikannya. Mereka juga berpendapat bahwa norma
Al-Qur`an sesungguhnya adalah monogami tetapi poligami diperbolehkan hanya
dalam keadaan tertentu, itu pun, sekali lagi, disertai persyaratan keadilan
yang sangat ketat.
Pejuang hak-hak wanita
juga berpendapat bahwa pria tidak diciptakan oleh Allah sebagai hewan seksual
semata sehingga dia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya selama istrinya
mengalami menstruasi atau nifas. Ribuan pria bisa menahan diri, tidak semua
pria berkecendrungan ke arah perkawinan poligami. Kebanyakan pria justru
cenderung monogami. Mereka dapat menahan diri dari kegiatan seksual ketika
istri sakit lama dan tidak bisa tinggal bersama mereka. Bahkan ketika sang
istri sakit tanpa ada harapan sembuh. Mereka dapat melanjutkan kehidupan tanpa
kegiatan seksual dan pengorbanan ini layak dilakukan demi hubungan kasih seumur
hidup di antara suami istri.[4]
Asas
monogami telah diletakkan oleh islam sejak 15 abad yang lalu sebagai salah satu
asas perkawinan dalam islam yang bertujuan untuk landasan dan modal utama guna
membina kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia.
Islam memandang poligami lebih banyak
membawa resiko atau madarat dari pada manfaatnya. Karena manusia itu menurut
fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak
tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan
keluarga yang poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber
konflik dalam kehidupan berumah tangga, baik konflik antara suami dengan
istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara istri
beserta anak-anaknya masing-masing.
Karena itu, hukum asal dalam perkawinan menurut
Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat
cemburu, iri hati, dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis.
Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka
terhadap perasaan cemburu, iri hati, dan suka mengeluh dalam kadar tinggi,
sehingga bisa mengganggu ketenangan dan dapat pula membahayakan keutuhan
keluarga.
Karena itu, poligami hanya diperbolehkan,
bila dalam keadaan darurat, misalnya istri ternyata mandul, sebab menurut
Islam, anak itu merupakan salah satu dari human investmentyang
sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia, yakni bahwa amalnya
tidak tertutup berkah dengan adanya keturunan yang saleh yang selalu berdoa
untuknya. Maka dalam keadaan istri mandul dan suami tidak mandul berdasarkan
keterangan medis hasil laboratoris, suami diizinkan berpoligami dengan syarat
ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap
adil dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya.
Ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan masalah monogami dan
poligami dalam surat An-Nisa ayat 2-3:
Artinya
: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,
jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta
mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan)
itu, adalah dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Menurut Ibnu Jarir, bahwa sesuai dengan
nama surat ini surat an-Nisa, maka masalah pokoknya ialah mengingatkan kepada
orang yang berpoligami agar berbuat adil terhadap istri-istrinya dan berusaha
memperkecil jumlah istrinya agar ia tidak berbuat zalim terhadap keluarganya.
Sedangakan menurut Aisyah RA yang di dukung oleh Muhammad Abduh, bahwa masalah
pokoknya ialah masalah poligami, sebab masalah poligami dibicarakan pada ayat
ini adalah dalam kaitannya dengan masalah anak wanita yatim yang mau dikawini
oleh walinya sendiri secara tidak adil atau tidak manusiawi. Kemudian ada
pendapat lain lagi ialah Ar Razi, bahwa yang dimaksud dengan ayat ini ialah
larangan berpoligami yang mendorong orang yang bersangkutan memakai harta anak
yatim guna mencukupi kebutuhan istri-istrinya.
Menurut Rasyid Ridha, pendapat Ar-Razi
tersebut lemah, tetapi ia menganggap benar, jika yang dimaksud dengan ayat tiga
surat An-Nisa itu mencakup tiga masalah pokok yang masing-masing dikemukakan
oleh Ibnu Jarir, Muhammad Abduh dan Ar-Razi, artinya dengan menggabungkan tiga pendapat
tersebut di atas, maka maksud ayat tersebut ialah untuk memberantas atau
melarang tradisi zaman jahiliyah yag tidak manusiawi, yaitu wali anak wanita
yatim mengawini anak yatimnya tanpa memberi hak mahar dan hak-hak lainnya dan
ia bermaksud untuk makan harta anak yatim dengan cara tidak sah, serta ia
menghalangi anak yatimnya kawin dengan orang lain agar ia tetap leluasa
menggunakan harta anak tersebut. Demikian pula tradisi zaman jahiliyah yang
mengawini istri banyak dengan perlakuan yang tidak adil dan tidak manusiawi,
dilarang oleh islam berdasarka ayat ini.[5]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak
memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
Sedangkan monogamy adalah sistem perkawinan yang hanya membolehkan seorang
suami memiliki seorang isteri dalam satu waktu.
2.
Tujuan poligami adalah untuk mendapatkan keturunan, menjaga
keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, menyelamatkan suami yang hypersex, menyelamatkan kaum wanita dari
krisis akhlak.
3.
Dampak
positif poligami adalah tercapainya tujuan yang ingin dicapai dalam
berpoligami, sedangkan dampak nagatifnya adalah berdampak pada psikologi,
ekonomi, sosial, hukum, dampak terhadap perempuan dan anak.
4.
Dalam
perundang-undangan Indonesia, masalah poligami diatur dalam UU No. 1/1974. Seseorang boleh melakukan poligami
apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan
oleh pengadilan.
5.
Menurut hukum islam poligami diperbolehkan dengan syarat
hanya dibatasi dengan empat orang istri dan dapat berlaku adil terhadap
istri-istrinya.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2013. Makalah Monogami dan Poligami, http://saef-swordofgod.blogspot.com/2013/05/makalah-monogami-dan-poligami.html. (diakses pada tanggal 11 Oktober 2014 pukul 22.15)
Asyahari, M
Sofwan. 2011. Monogami dan Poligami
Menurut Islam.
http://sofiswa.blogspot.com/2011/12/monogami-dan-poligami-menurut-islam.html.
(diakses pada tanggal 11 Oktober 2014 pukul 22.20)
Permadi, T Yusuf. Makalah Monogami dan Poligami. http://toniyp.blogspot.com/2014/04/makalah-monogami-dan-poligami.html. (diakses pada tanggal 11 Oktober 2014 pukul 22.23)
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. 1997. Jakarta : Toko Gunung Agung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar