Selasa, 21 April 2015

Epistemologi

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
     Sejak zaman dahulu manusia telah memiliki banyak pengetahuan. Pengetahuan-pengetahuan tersebut merupakan pengalaman pribadi seseoarang atau sekelompok orang. Pengalaman-pengalaman itu ada yang berasal dari temuan diri sendiri, dan ada pula hasil temuan orang lain. Baik temuan diri sendiri maupun temuan orang lain tentu berkaitan dengan bagaimana cara seseorang atau kelompok itu menemukan pengetahuan itu. Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan indera manusia tentu mengalami kelemahan, baik kelemahan pada alat indera maupun pada penarikan kesimpulan. Untuk itulah perlu adanya pemahaman tentang pengetahuan. Pemahaman tersebut dapat berupa ruang lingkup pengetahuan, bagaimana cara mendapatkan pengetahuan, dan bagaimana pula untuk mendapatkan pengetahuan yang berdasarkan metode ilmiah. Pengetahuan yang didapatkan dengan cara-cara ilmiah tentu akan menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya dan bertahan cukup lama.
     Sehubungan dengan itu dalam filsafat kita mengenal bagian-bagiannya, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membicarakan objek-objek apa yang menjadi pembicaraan suatu ilmu, epistemologi membicarakan bagaimana suatu ilmu didapat, sedangkan aksiologi bagaimana pemanfaatan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
     Begitu pentingnya epistemologi sebagai suatu ilmu yang membicarakan asal-usul dan cara mendapatkan pengetahuan, maka perlu dilakukan pengkajian mengenai epistemologi.
    

B.       Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian dari epistemologi?
2.    Apakah pengertian dari pengetahuan?
3.    Bagaimana epistemologi dan jenis pengetahuan?
4.    Bagaimana objek dan tujuan epistemologi?
5.    Bagaimana cara memperoleh pengetahuan?

C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari epistemologi
2.    Untuk mengetahui pengertian dari pengetahuan
3.    Untuk memahami epistemology dan jenis pengetahuan
4.    Mengetahui objek dan tujuan epistemologi
5.    Mengetahui cara memperoleh pengetahuan













BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Epistemologi
     Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[1]
     Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang berarti pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi menurut arti katanya, epistemologi ialah ilmu yang membahas masalah-masalah pengetahuan. Di dalam Webster New International Dictionary, epistemologi diberi definisi sebagai berikut: Epistimology is the theory or science the method and grounds of knowledge, especially with reference to its limits and validity, yang artinya Epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.
     Istilah Epistemologi banyak dipakai di negeri-negeri Anglo Saxon (Amerika) dan jarang dipakai di negeri-negeri continental (Eropa). Ahli-ahli filsafat Jerman menyebutnya Wessenchaftslehre. Sekalipun lingkungan ilmu yang membicarakan masalah-masalah pengetahuan itu meliputi teori pengetahuan, teori kebenaran dan logika, tetapi pada umumnya epistemologi itu hanya membicarakan tentang teori pengetahuan dan kebenaran saja.
     Epistemologi atau Filsafat pengetahuan merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Apabila kita berbicara mengenai filsafat pengetahuan, yang dimaksud dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.
     Beberapa pakar lainnya juga mendefinisikan espitemologi, seperti J.A Niels Mulder menuturkan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang watak, batas-batas dan berlakunya dari ilmu pengetahuan. Jacques Veuger mengemukakan, epistemologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan dan pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan kita sendiri bukannya pengetahuan orang lain tentang pengetahuan kita, atau pengetahuan yang kita miliki tentang pengetahuan orang lain. Pendek kata Epistemologi adalah pengetahuan kita yang mengetahui pengetahuan kita. Abbas Hammami Mintarejo memberikan pendapat bahwa epistemology adalah bagian filsafat atau cabang filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan dan mengadakan penilaian atau pembenaran dari pengetahuan yang telah terjadi itu. (Surajiyo, 2008, hal. 25).
     Dari beberapa definisi yang tampak di atas bahwa semuanya hampir memiliki pemahaman yang sama. Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan. Jadi, objek material dari epistemologi adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu.[2]

B.       Pengertian Pengetahuan
     Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Adapun pengetahuan menurut beberapa ahli adalah:
1.        Menurut Pudjawidjana (1983), pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.
2.        Menurut Ngatimin (1990), pengetahuan adalah sebagai ingatan atas bahan-bahan yang telah dipelajari dan mungkin ini menyangkut tentang mengikat kembali sekumpulan bahan yang luas dari hal-hal yang terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan menggunakan ingatan akan keterangan yang sesuai.
3.        Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan.
Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak. Partanto Pius dalam kamus bahasa indonesia (2001) pengetahuan dikaitkan dengan segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses belajar.
C.      Epistemologi dan Jenis Pengetahuan
Menurut Basford, Slevin, (2006) Cabang dari filosofi yang membahas tentang definisi dan klasifikasi pengetahuan disebut epistemologi. Secara umum ahli filsafat epistemologi mengklasifikasikan pengetahuan sebagai berikut:

1.    Pengetahuan tentang
     Pengetahuan yang mengidentifikasi semua hal yang kita ketahui.Secara sederhana, kita mengetahui keberadaannya dan kita mengetahui sesuatu tentang hal tersebut.



2.    Pengetahuan bagaimana
     Pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Ini yang kita maksud ketika kita mengatakan bahwa seseorang memiliki “cara mengetahui sesuatu”. Sebagai contoh, seorang diplomat dapat berbicara dengan beberapa bahasa yang berbeda, atau seorang perawat dapat memasang slang nasogastrik, ia mengetahui bagaimana cara melakukan hal tersebut.

3.    Pengetahuan bahwa
     Pengetahuan dalam memahami sesuatu, tentang apa arti dari sesuatu, sifat dan cara kerjanya, dan bagaimana hubungannya dengan hal-hal lain. Pengetahuan bahwa dapat dibagi menjadi:
a)      Pengetahuan apriori
     Pengetahuan yang diambil dari dasar aksiomatiknya sendiri.Pengetahuan yang dihasilkan dari proses pemikiran dan dedukasi tanpa ada stimulus eksternal atau bukti yang berperan pada kesimpulan. Hal ini dikatakan sebagai suatu yang benar karena adanya suatu alasan atau bukti-bukti tertentu.
b)      Pengetahuan empiris
     Pengetahuan ini diambil dari persepsi, misal, observasi yang dilakukan di lingkuang. Dari hal-hal yang diobservasi didapatkan pengetahuan dengan proses induksi. Hal tersebut tidak mengubah kondisi yang ada, dan secara aktual mengobservasi dan mengetahui bahwa hal-hal tersebut ada.[3]

D.      Objek dan Tujuan Epistemologi
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang untuk pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang mejadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan epistemologi tersebut? Jacques Martain mengatakan, “ tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.” Hal ini menunjukkan bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna strategis dalam dinamika pengetuhuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai kita puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih berorientasi pada proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentakan dapat mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya acapkali tidak mengetahui prosesnya. Contoh, seorang guru dapat mengajarkan kepada siswanya bahwa empat kali lima sama dengan dua puluh (4 X 5 = 20) dan siswa mengetahui, bahkan hafal. Namun, bagi siswa yang cerdas tidak pernah puas dengan pengetahuan da hafalannya itu. Dia akan mengejar bagaimana prosesnya, empat kali lima sama dengan dua puluh. Maka guru yang profesional akan menerangkan proses tersebut secara rinci dan mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu memahaminya dan mampu mengembangkan perkalian angka-angka lain. Dengan demikian, seseorang tidak sekedar mengetahui sesuatu atas informasi orang lain, tetapi benar-benar tahu berdasarkan pembuktian kontektual melalui proses itu.[4]
E.       Cara Mendapatkan Pengetahuan
Dari lahir hingga matinya, manusia tak akan lepas dari proses mengumpulkan pengetahuan. Contoh paling mudah adalah pengetahuan yang didapat melalui proses sensori indera. Pengetahuan tentang warna, tentang nada, tentang perbedaan panas dingin semuanya didapat melalui pengalaman langsung inderawi.
Pengetahuan dapat diperoleh kebenarannya dari dua pendekatan, yaitu pendekatan non-ilmiah dan ilmiah. Pada pendekatan non ilmiah ada beberapa pendekatan yakni akal sehat, intuisi, prasangka, penemuan dan coba-coba dan pikiran kritis.
                              1.            Akal sehat
Menurut Conant akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagian konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep merupakan kata yang dinyatakan abstrak dan dapat digeneralisasikan kepada hal-hal yang khusus. Akal sehat ini dapat menunjukan hal yang benar, walaupun disisi lainnya dapat pula menyesatkan.
                              2.            Intuisi
Intuisi adalah penilaian terhadap suatu pengetahuan yang cukup cepat dan berjalan dengan sendirinya. Biasanya didapat dengan cepat tanpa melalui proses yang panjang tanpa disadari. Dalam pendekatan ini tidak terdapat hal yang sistemik.
                              3.            Prasangka
Pengetahuan yang dicapai secara akal sehat biasanya diikuti dengan kepentingan orang yang melakukannya kemudian membuat orang mengumumkan hal yang khusus menjadi terlalu luas. Dan menyebabkan akal sehat ini berubah menjadi sebuah prasangka.


                              4.            Penemuan coba-coba
Pengetahuan yang ditemukan dengan pendekatan ini tidak terkontrol dan tidak pasti. Diawali dengan usaha coba-coba atau dapat dikatakan trial and error. Dilakukan dengan tidak kesengajaan yang menghasilkan sebuah pengetahuan dan setiap cara pemecahan masalahnya tidak selalu sama. Sebagai contoh seorang anak yang mencoba meraba-raba dinding kemudian tidak sengaja menekan saklar lampu dan lampu itu menyala kemudian anak tersebut terperangah akan hal yang ditemukannya. Dan anak tersebut pun mengulangi hal yang tadi ia lakukan hingga ia mendapatkan jawaban yang pasti akan hal tersebut.
                              5.            Pikiran Kritis
Pikiran kritis ini biasa didapat dari orang yang sudah mengenyam pendidikan formal yang tinggi sehingga banyak dipercaya benar oleh orang lain, walaupun tidak semuanya benar karena pendapat tersebut tidak semuanya melalui percobaan yang pasti, terkadang pendapatnya hanya didapatkan melalui pikiran yang logis.

Sedangkan pendekatan ilmiah adalah pengetahuan yang didapatkan melalui percobaan yang terstruktur dan dikontrol oleh data-data empiris. Percobaan ini dibangun diatas teori-teori terdahulu sehingga ditemukan pembenaran-pembenaran atau perbaikan-perbaikan atas teori sebelumnya. Dan dapat diuji kembali oleh siapa saja yang ingin memastikan kebenarannya.

Menurut Notoatmodjo (2005) dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1.      Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara ini antara lain:
a)      Cara coba-coba (Trial and Error)
Melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error ”. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
b)      Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
c)      Berdasarkan pengalaman pribadi
Dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
d)     Melalui jalan pikiran
Kemampuan manusia menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia menggunakan jalan pikirannya.
2.      Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Menurut Deobold van Dalen, mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan pengamatan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati.[5]

Menurut Louis O. Kattsoff metode-metode untuk memperoleh pengetahuan ada 5, yaitu empirisme, rasionalisme, fenomenalisme, intuisionisme, dan metode ilmiah.
1.      Empirisime
Seorang penganut  empirisme biasanya berpendirian bahwa kita dapat memeperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Secara demikian dapat dibedakan menjadi macam unsur :’yang mengetahui’ dan ‘yang diketahui’. Orang yang mengetahui merupakan subjek yang memperoleh pengetahuan dan dikenal dengan suatu perkataan yang menunjukkan seseorang atau suatu kemampuan.
Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan indera, kata seorang penganut empirisisme. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong (tabula rasa), dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material.

2.      Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber berpengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai jenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak didalam ide kita, dan bukannya didalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada keyataan, maka kebenaran hanya dapat ada didalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

3.      Fenomenalisme Ajaran Kant
Paham ini dikemukakan oleh Immanuel Kant, filsuf Jerman. Dia berusaha mendamaikan pertentangan antara empirisme dan rasionalisme. Menurut Kant, pengetahuan hanya bisa terjadi oleh kerjasama antara pengalaman indra dan akal budi, dan tidak mungkin yang satu bekerja tanpa yang lain. Indra hanya memberikan data yakni warna,cita-rasa, bau, dan lain-lain. Untuk memperoleh pengetahuan, kita harus keluar atau menembus pengalaman, pengetahuan terjadi dengan menghubung-hubungkan, dan ini dilakukan oleh rasio (akal).
Bagi kant, para penganut empirisisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman meskipun benar hanya untuk sebagaian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.

4.      Intuisionisme
Intuisi mengatasi sifat lahiriah pengtahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analitis, dan memberikan kepada kita keseluruhan yang bersahaja, yang mutlak tanpa sesuatu ungkapan, terjemahan atau penggambaran secara simbolis. Maka menurut Bergon, intuisi ialah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggatikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Hendaknya diingat, intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intuisionisme setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi yang meliputi sebagaian saja yang diberikan oleh analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang di berikan oleh indera hanyalah yang menampakan belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaannya yang senyatanya.

5.      Metode Ilmiah
Perkembangan ilmu-ilmu alam merupakan hasil penggunaan secara sengaja suatu metode untuk memperoleh pengetahuan yang menggabungkan pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama dan menambahkan suatu cara baru untuk menilai penyelesaian-penyelesaian yang disarankan.
Hipotesa. Bila ada suatu masalah dan sudah diajukan suatu penyelesaian yang dimungkinkan, maka penyelesaian yang diusulkan itu dinamakan hipotesa. Jadi, hipotesa ialah usulan penyelesaian yang berupa  saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi. Biasanya dimungkinkan adanya sejumlah saran semacam itu.
Jadi, sifat yang menonjol dari metode ilmiah ialah digunakannya akal dan pengalaman yang disertai dengan suatu unsur baru, yaitu hipotesa. Bila suatu hipotesa dikukuhkan kebenarannya oleh contoh-contoh yang banyak jumlahnya maka hipotesa tersebut kemudian dapat dipandang sebagai hukum.[6]

            Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantarnya adalah :
1.      Metode induktif
     Induksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Menurut David Hume (1711-1716), pernyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapa pun besar jumlahnya, secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.
2.      Metode Deduktif
     Deduksi merupakan  suatu metode yang menyimpulkan bahwa data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3.       Metode Positivisme
            Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia menyampaikan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
            Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu teologis, metofisis, dan positif.
4.      Metode Kontemplatif
            Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi.
     Al-Ghazali menerangkan bahwa pengetahuan intuisi atau ma’rifah yang disinarkan oleh Allah secara langsung merupakan pengetahuan yang paling benar. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini hanya bersifat individual dan tidak bisa dipergunakan untuk mencari keuntungan seperti ilmu pengetahuan yang dewasa ini bisa dikomersilkan.
5.      Metode Dialektis
            Merupakan metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.[7]

     Menurut Charles Price ada 4 macam cara untuk memperoleh pengetahuan yaitu:
1.    Percaya
     Seseorang akan mendapat pengatahuan karena ia percaya pada hal tersebut adalah benar.
2.    Wibawa
     Sesuatu akan dianggap benar apabila seseorang yang berwibawa menyatakan benar.
3.    Apriori
     Merupakan suatu keyakinan/pendirian/anggapan sebelum mengetahui (melihat, mendengar, menyelidiki) keadaan tertentu.
4.    Metode Ilmiah
        Sesuatu dianggap ilmiah apa bila memiliki patokan yang merupakan rambu-rambu untuk menentukan benar atau salah.























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.        Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan keshahihan pengetahuan.
2.        Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak.
3.        Secara umum ahli filsafat epistemologi mengklasifikasikan pengetahuan menjadi tiga, yaitu pengetahuan tentang, pengetahuan bagaimana dan pengetahuan bahwa.
4.        Objek epistemologi ini menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan”. Sedangkan tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah hal lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
5.        Cara-cara mendapatkan pengetahuan ada 2, yaitu tradisional atau non ilmiah dan modern atau ilmiah.










DAFTAR RUJUKAN

Bakhtiar, Amsal. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Fathimah, Laila. CARA-CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN.             http://lailafathimah.blogspot.com/2013/07/cara-cara-mendapatkan-  pengetahuan.html. (diakses pada tanggal 16 Oktober 2014 pukul 09.53)
Hapsari, Erwinda. 2012. Pengertian Epistemologi.    http://erwindahapsari.blogspot.com/2012/06/pengertian-epistemologi.html.       (diakses tanggal 23 Oktober 2014 pukul 17.13)

Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya

Nasir, Fatkhun.  Epistemologi, http://islammakalah.blogspot.com/p/blog-page_4.html. diakses tanggal 23 Oktober 2014 pukul 18.17


Tidak ada komentar:

Posting Komentar